Sejarah Kota Padang Panjang sangat penting dalam perkembangan Sumatera Barat dan Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Kota ini terletak di kaki Barat gunung Singgalang, Marapi di Timurnya, dan ada Tandikek di arah barat daya.
Daftar isi

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Padang Panjang dijadikan suatu kewedanaan dalam menjalankan roda pemerintahan. Wilayahnya adalah Padang Panjang, Batipuh dan X Koto yang berkedudukan di Padang Panjang.
Sejarah Kota Padang Panjang dalam Undang-undang Pemerintahan
Berdasarkan UU No. 8 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil di lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, maka lahir secara resmi Kota Kecil Padang Panjang. Kota Padang Panjang sebagai pemerintahan daerah terbentuk pada tanggal 23 Maret 1956. Lalu setahun kemudian, berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1957, status kota ini disejajarkan dengan daerah kabupaten dan kota Indonesia.
Pada tahun 1957 dilantik Walikota pertama dan sebagai Daerah Otonom sesuai Peraturan Daerah Nomor 34/K/DPRD-1957 dibentuk 4 (empat) Resort, dan dimana masing-masing Resort dengan Keputusan DPRD Peralihan Kota Praja Nomor 12/K/DPRD-PP/57 membawahi 4 jorong sebagai berikut :
Resort Gunung, Jorong : Ganting, Sigando, Ekor Lubuk dan Ngalau.
Resort Lareh Nan Panjang untuk Jorong : Balai-balai, Guguk Malintang, Koto Panjang dan Koto Katiak.
Resort Pasar Jorong : Pasar Baru, Silaing Atas, Tanah Hitam dan Balai-Balai.
Resort Bukit Surungan untuk Jorong : Silaing Bawah, Pasar Usang, Kampung Manggis dan Bukit Surungan.
Kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 istilah kota praja diganti menjadi kotamadya dan berdasarkan peraturan menteri nomor 44 tahun 1980 dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1982 tentang susunan dan tata kerja pemerintahan kelurahan, maka resort diganti menjadi kecamatan dan jorong diganti menjadi kelurahan.
Dan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 13 tahun 1982 Kota Padang Panjang dibagi atas dua kecamatan yakni Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan Padang Panjang Timur, dengan secara keseluruhan 16 kelurahan.
Kemudian dalam rangka Pembinaan Kehidupan Nagari sebagai kesatuan masyarakat Hukum Adat, maka berdasarkan Mubes. LKAAM tahun 1966 di Kota Padang Panjang terdapat 3 KAN, yaitu: KAN.Gunung, KAN. Bukit Surungan dan KAN. Lareh Nan Panjang. Sedangkan Resort Pasar, karena sebagian besar penduduknya pendatang tidak dibentuk KAN.
Sejarah Melahirkan hari jadi yang baru Kota Padang Panjang
Kota Padang Panjang tumbuh seiring dengan dipindahkannya pasar di Pakan Jumat Nan Usang di Panyalaian ke tengah kota atau ke Pasar Usang semenjak tahun 1818. Pasar ini yang juga diramaikan setiap hari Jumat. Pasar ini dikenal dengan nama Pakan Jumat Padang Panjang.
Penduduk Kota Padang Panjang bertambah ramai dan pasar Padang Panjang telah banyak didatangi oleh pedagang-pedagang dari luar. Kemudian kegiatan pasar diadakan seminggu dua kali yaitu pada hari Jumat dan Senin.
Pada tanggal 1 Desember 1888, berdasarkan Surat Gubernur Hindia Belanda Nomor 1 (Stbl. No. 181/1888), Padang Panjang ditetapkan sebagai ibukota Luhak atau Afdeeling Batipuh en X-Koto (Padang Panjang), dengan asisten residennya yang pertama, H. Prins.
Jauh sebelum ditetapkan sebagai ibukota Afdeeling Batipuh en X-Koto, di Padang Panjang sudah ada pemukiman masyarakat yang berciri perkotaan. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fasilitas air minum bagi penduduk Kota Padang Panjang yang berangka tahun 1790. Atas dasar penemuan fasilitas air minum ini, tahun 1790 ditetapkan sebagai tahun lahirnya Kota Padang Panjang. Karena sampai saat ini angka tahun itulah yang paling tua ditemukan.
Kedua peristiwa ber sejarah di Kota Padang Panjang tersebut melahirkan kesepakatan yang menetapkan hari jadi Kota Padang Panjang pada tanggal 1 Desember 1790.
Pola Pemukiman Penduduk Padang Panjang
Nama pemukiman ini juga disesuaikan dengan daerah asal mereka masing-masing seperti Kampung Pariaman, Kampung Sungaipuar, dan Kampung Kumango. Hal ini juga dapat dilihat dari nama-nama surau yang ada di Padang Panjang seperti Surau Pariaman, Surau Kumango, dan Surau Sungaipuar.
Ada juga kampung lainnya seperti Kampung Jawa, Kampung Nias, Kampung Cina, dan Kampung Keling. Hal ini menandakan penduduknya berasal dari luar Minangkabau atau daerah lain dari Sumatera Barat.
Sejarah Pasar Kota Padang Panjang
Keberadaan Pasar Padang Panjang tidak lepas dari pendirian kota Padang Panjang sendiri. Pada tanggal 18 juli 1818 atas prakarsa Tuanku Pamansiangan yang baru, didirikanlah kota Padang Panjang sebagai realisasi perdamaian penduduk IV Koto yang berperang dengan penduduk VI Koto dengan memindahkan pekan Jum’at nan usang dari Ganting Panyalaian ke tengah Padang nan Panjang Sari Menanti.
Tenaga gotong-royong rakyat yang murah dimanfaatkannya untuk melaksanakan sistim kerja paksa (rodi). Pembangunan yang dilaksanakan ialah, Pembangunan gelanggang pacuan kuda bancah laweh dibangun th 1888 semasa as. Residen HE Prins dan selesai th. 1894 ketika tuan masthoof jadi as.Residen. Pembangunan loods pakan Jum,at oleh Ketujuh tuanku lareh dikontrakkan kepada tuan Sinjnja pada tahun 1894.
Pada tahun 1900 kekuasaan Tuanku Lareh atas Padang Panjang dihapuskan. Kelancaran roda pemerintahan diserahkan kepada seorang rooimester. Biaya pembangunan pasar baru itu dipikul sepenuhnya oleh penduduk Batipuh X Koto. Dalam pemindahan pasar inilah Tuan Luhak Batipuh X Koto melakukan tangan besinya, sehingga menjadi sebutan: “ka rodi ka pasa baru-mahanta batuang ka rumah tuan luhak”.
Pada tahun 1913 pasar baru telah diresmikan dengan pesta besar yang diramaikan dengan pasar malam dan pacuan kuda. Pasar Padang Panjang yang terletak di persimpangan jalan Bukittinggi, Batusangkar, Solok, dan Padang dalam perkembangannya tidak dapat lagi menampung segala kegiatan perdagangan. Oleh karena itu timbullah keinginan pemerintah daerah untuk memindahkan kegiatan pasar itu ke arah timur, yaitu dekat Balai-balai.
Keinginan itu dapat disetujui oleh Laras nan IV dan VI dan penghulu kepala se Batipuh X-Koto dengan ass. Residen Lulofv untuk membuat pasar serikat. Pada tahun 1906 atas persetujuan ketujuah wilayah dengan ass. Residen Lulofv, pekan Jum’at dipindahkan ke pasar baru.
Onderafdeling Padang Panjang
Dan Pada tanggal 1 Desember 1914 setelah perobahan administrasi Sumatera Barat. Status Kota Padang Panjang berubah menjadi Onderafdeling dengan ibukota Afdeling Batipuah dan Pariaman dengan wilayahnya :
1. Distrik Padang Panjang dengan Demang Sutan Abu Bakar Sutan Pangeran.
Onderdistrik VI Koto ( Pandai Sikek, Koto Baru, Koto Laweh, Aie angek, Paninjauan dan Singgalang ) langsung dibawah demang Padang Panjang.Onderdistrik IV Koto dan Batipuah. Ass Demangnya Nurdin Dt. Tongga di Batipuah Baruah.Onderdidtrik sumur (dengan Bungo Tanjuang ) as. Demang Sutan Muhammad Arif.
2. Distrik Pariaman Demang Agus Abdullah Wongsosentono.
Onderdistrik Pariaman (dengan manguang ) langsung dibawah dibawah demang PariamanOnderdistrik VII koto as. Demang Marah Buyung gadang Marah Marajo Lelo di sampan.
3. Distrik Sungai Limau dengan demang Durani Dt. Rangkayo Bungsu.
Onderdistrik XII Koto langsung dibawah demang Sungai LimauOnderdistrik Pilubang (dengan V-Koto ) as. Demangnya Saleh Majo di Rajo.
4. Distrik Lubuak Aluang demangnya Sutan abdul Majid Sutan Rajo Godam.
Onderdistrik Lubuk Aluang (dengan Sintuak, Toboh Gadang dan Punggung Kasiak ) langsung dibawah demang Lubuk Aluang.Onderdistrik Kayu Tanam ( dengan Anduriang, Sipisang, kapalo hilalang, Sicincin, Guguak dan VI Lingkung ) as. Demangnya Tahir Datuk Panghulu Basa di Pauh Kamba.
Masa Berkembang Kota Padang Panjang
Setelah berusia 227 tahun, peran Padang Panjang sebagai kota perdagangan dan pusat pendidikan Islam di daerah pedalaman Minangkabau mulai mengalami pergeseran. Pasar Padang Panjang yang kini telah mengalami pembangunan berusaha mengejar ketertingalan dari kota tetangganya. Saat ini masyarakat yang masih setia berbelanja di pasar Padang Panjang di samping warga Kota Padang Panjang sendiri, terutama adalah masyarakat dari Kecamatan Batipuah, sebagian Pariangan, sebagian Rambatan, dan sebagian X-Koto. serta masyarakat dari kawasan Kayutanam dan Sicincin di Kabupaten Padang Pariaman.
Sebagian masyarakat Kecamatan X-Koto, terutama yang bertempat tinggal di Kotobaru, Aie-Angek, Pandai Sikek, dan sebagian Panyalaian saat ini lebih senang berbelanja ke Bukittinggi daripada ke Padang Panjang dengan alasan pilihan barang lebih banyak dan harga-harganya yang juga lebih murah.
Sejarah Pendidikan Kota Padang Panjang
Di samping berperan sebagai kota perdagangan, peran penting Padang Panjang di awal pertumbuhannya terutama adalah perannya sebagai pusat pendidikan Islam di Minangkabau.
Berikut ada dua jenis sekolah yang ada di Padang Panjang pada masa kolonial.
1. Sekolah Barat
Pemerintah Hindia Belanda melakukan Politik Etis, dalam bersamaan ikut juga mendirikan sekolah-sekolah model Barat di Padang Panjang. Sekolah model Barat yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial di antaranya ialah Normaal School pada tahun 1916. Kemudian pada tahun 1918 disusul oleh Sekolah Normaal khusus untuk Wanita. Pada tahun 1921 didirikan pula sebuah sekolah dengan nama Schakel School dengan tahun ajarannya lima tahun dan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Kemudian ada Sekolah Bumiputera (Inlandsche School) yang menggunakan Bahasa daerah (Melayu). Sekolah ini adalah sekolah Kelas Dua dengan Pendidikan selama lima tahun. Sekolah Desa (Volks School) dengan lama pendidikan tiga tahun, dan Sekolah Sambungan (Vervolg School) yaitu dari Sekolah Desa dengan lama pendidikan dua tahun.
2. Sekolah Islam
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah umum, baik untuk anak-anak keturunan eropa maupun untuk pribumi. Sekolah tersebut tidak menerima anak-anak pribumi secara umum. Sekolah Belanda juga tidak mengajarkan pelajaran agama, sehingga hasilnya pun menjunjung tinggi rasionalitas dan liberal. Sistem Pendidikan ini tentunya tidak menghargai ulama, kemudian reformis Islam pun mendirikan sekolah agama tersendiri.
a. Sumatera Thawalib
Salah satu sekolah modernis yang sangat terkenal yang diberi nama Sumatera Thawalib. Sumatera Thawalib pada mulanya hanya perkumpulan yang dibentuk oleh anak-anak yang mengaji di surau, bukan sekolah, bukan pula sebagai organisasi guru-guru muda. Melainkan sebagai organisasi pembaharuan dalam pemikiran Islam.
Sumatera Thawalib lahir menjadi pertanda bahwa masyarakat Islam Sumatera Barat telah memasuki era baru, yaitu era modern. Hal ini karena ia menjadi pelopor yang melancarkan gerakan modernisasi atau pembaharuan dalam berbagai bidang. Sumatera Thawalib merupakan sekolah yang tumbuh dari surau yang bernama surau Jembatan besi.
Guru pengajar di Sumatera Thawalib adalah sosok yang sangat berpengaruh pada saat itu, seperti Jallaudin Thaib. Selain Jallaludin Thaib ada juga guru yang sangat berpengaruh di Sumatera Thawaib, yaitu Zainuddin Labai. Zainuddin sempat keluar dari sekolah pemerintah karena tidak sependapat dengan gurunya, lalu ia berguru pada ayahnya. Setelah ayahnya meninggal Zainuddin hidup sebagai parewa (preman) yang hilir mudik kampung kampung.
Setelah kembali ke bangku pendidikan, dia mengajar bahasa Belanda dan Inggris, juga bahasa Arab. Pada tahun 1913 Zainuddin kembali ke Padang Panjang untuk mengajar di Surau Jembatan Besi setelah sebelumnya menjadi asisten Syekh Abbas di Padang Jepang.
b. Diniyyah school
Diniyyah School merupakan lembaga pendidikan yang juga dikenal dengan nama Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyyah didirikan oleh Zainuddin Labay el-Yunusi tahun 1915 di Padang Panjang. Sekolah ini adalah salah satu lembaga pendidikan di Minangkabau yang menggunakan sistim pendidikan moderen, sistem klasikal, mempergunakan bangku, meja, papan tulis serta memiliki kurikulum. Madrasah Diniyyah muncul ketika sistem surau masih dominan di Sumatera Barat. Kurikulum di Diniyyah School mencakup pelajaran dalam ilmu agama dan ilmu umum. Pelajaran ilmu agama mencakup pelajaran tauhid, fiqih, bahasa Arab dan akhlak. Waktu belajar disesuaikan berdasarkan daya tampung kelas dan jumlah pelajar.
Untuk waktu normalnya bisa diterapkan dua shift, pagi dan siang. Jika pada tahun tertentu jumlah pelajar melebihi kelas, maka mereka dibagi atas tiga shift, yaitu pagi, siang dan petang. Guru di diniyyah school antara lain Zainudddin Labay el-yanusi dan Haji Abdul Karim Amarullah (Buya Hamka) serta beberapa ulama di Minangkabau yang pada waktu itu juga mengajar disurau.
Hingga tahun 1922 sekolah ini sudah memiliki cabang di beberap kota lain di sekitar Padang Panjang. Pada tahun yang sama dibentuklah Persatuan Murid Diniyyah School (PMDS).
c. Diniyyah Putri
Madrasah putri yang pertama kali di Indonesia ini didirikan pada tahun 1923 oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah. Rahmahadalh saudara dari Zainuddin Labai. Sekolah itu diberi nama Madrasah Diniyyah Putri. Rahma merangkap sebagai guru sekaligus pimpinan di Diniyyah putri. Rahmah juga mengajak dua orang temannya untuk menjadi guru, Siti Nansiah dan Djawana Basyir yang termasuk guru Angkatan pertama di Diniyyah Putri.
Dijalankan di tengah keterbatasan, kegiatan belajar mengajar pada awalnya berlangsung di serambi sebuah masjid di Pasar Usang, Padang Panjang, kini Masjid Ashliyah. Murid-murid duduk di lantai mengelilingi guru secara berkelompok. Pelajaran diberikan selama 3 jam, meliputi dasar pengetahuan agama, gramatika bahasa Arab, dan ilmu alat.
Sejarah membuktikan bahwa Perguruan-perguruan Islam yang ada di Kota Padang Panjang ini tidak hanya menjadi barometer bagi lembaga pendidikan sejenis di tanah air, tetapi juga di Asia.
Kesimpulan
Padang Panjang terus berbenah dan bergerak maju. Banyak harapan dan impian masyarakat yang ingin diraih. Untuk itu, semangat gotong royong dan kebersamaan sudah tentu menjadi pondasi utama. Sejarah Kota Padang Panjang sangat mempengaruhi dunia Pendidikan di Indonesia, terutama perguruan islam.
Padang Panjang mempunyai pasar yang sudah beberapa kali dipindahkan, karena mengingat terbatasnya luas kota. Hari jadi yang ditetapkan untuk Kota Padang Panjang adalah 1 Desember 1790, diambil dari gabungan dua peristiwa penting. Yaitu penemuan kerangka fasilitas air umum pada tahun 1790, serta penetapan Padang Panjang sebagai ibukota Luhak atau Afdeeling Batipuh en X-Koto Pada tanggal 1 Desember 1888.
Bagi anda yang ingin mengenal lebih dekat dengan mengunjungi kota Padang Panjang, bisa memilih Paket Tour Padang. Anda bisa juga memilih sewa mobil di Padang untuk perjalanan dinas atau bisnisnya.
Daftar Sumber Sejarah Kota Padang Panjang
*) Sumber: 1. Catatan Saiful Guci
**) Sumber: 2. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI PADANG PANJANG (1906-1942)
Oleh Gandhi Wahyudi, Meri Erawati, Budi Juliardi. Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat.