+Call 08124977744 | kenasih1@gmail.com | Kota Padang – Sumatera Barat
Kenasih[dot]com merupakan webblog yang memberikan referensi wisata dan perjalanan umum di Sumatera Barat. Dengan perkembangan teknologi saat ini dan meningkatnya eksplorasi budaya serta alam Indonesia,
Lobang Mbah Suro Sawahlunto adalah sebuah lobang tambang peninggalan Belanda yang menjadi saksi bisu kebengisan para penjajah. Lubang Mbah Suro ini identic dengan kisah orang rantai atau manusia rantai.
Pembicaraan tentang sejarah Indonesia selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, termasuk masa penjajahan oleh Belanda. Salah satu tempat yang masih menyimpan saksi bisu kekejaman kolonial tersebut adalah Lembah Segar, di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, yang merupakan kota pertambangan dengan situs Lubang Tambang Mbah Suro. Lubang tambang batu bara Mbah Suro identik dengan kisah manusia rantai yang harus menambang batu bara dengan leher dan tangan diikat rantai oleh kolonial Belanda.
Mbah Suro adalah mandor orang rantai yang memiliki ilmu kebatinan tinggi dan menjadi panutan warga Sawahlunto. Namanya menjadi nama lubang tambang dan mewakili orang rantai yang dipekerjakan secara paksa oleh Belanda.
Manusia rantai yang bekerja di sana terdiri dari tahanan kriminal dan politik dari Jawa dan Sumatera, dan mereka diperlakukan secara tidak manusiawi, bahkan makanan yang mereka konsumsi sangat tidak layak. Bukti kekejaman kolonial itu ditemukan dalam kerangka manusia yang terkubur di lubang tambang Mbah Suro, dan diyakini ada ratusan pekerja tambang yang mati terkubur di dalamnya.
Kekejaman kolonial tergambar dalam patung diorama di depan pintu masuk Lubang Mbah Suro, di mana penjajah tak segan memukul dan memperlakukan kasar para manusia rantai.
Para penambang berasal dari narapidana Hindia Belanda, di mana sebagian dibayar dengan upah murah dan sisanya dipekerjakan secara paksa. Namun, perlakuan merantai leher dan kaki diterapkan kepada semua kuli tambang, yang kemudian dijuluki ketingganger oleh Belanda.
Saat malam hari, suhu udara di dalam lubang akan berkali-kali lipat dinginnya. Tak jarang para pekerja paksa hanya berbalut celana.Orang rantai bekerja di bawah tekanan, sakit, kedinginan, dan kelaparan. Mereka hanya punya satu pilihan jika ingin bertahan hidup, yaitu bekerja. Banyak manusia rantai yang mati sia-sia di dalam lubang tambang.
Mbah Suro meninggal pada tahun 1930 dan dimakamkan di kompleks pemakaman manusia rantai di Sawahlunto. Pada bulan April 2008, area ini menjadi objek wisata edukasi Lubang Tambang Mbah Suro yang dilengkapi dengan Gedung Galeri Tambang. Keberadaannya juga masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pada tahun 1898 hingga 1932, proses penambangan batu bara di kota Sawahlunto masih menggunakan terowongan yang dikerjakan dengan teknologi yang belum begitu canggih. Namun untuk keperluan wisata, pemerintah daerah setempat merenovasi terowongan ini menjadi tempat yang layak dikunjungi baik dari segi keamanan maupun kemudahan mencapai area dibawah tanah dengan cara membangun anak-anak tangga. Renovasi mulai dilakukan dari 27 Juni 2007 hingga Desember 2007. Kemudian diresmikan sebagai objek wisata pada 23 April 2008. Keasliannya yang masih tetap dipertahankan, dapat dilihat dari bagian atap dan dinding yang terbuat dari batu bara.
Kota Sawahlunto ini sekaligus menjadi saksi sejarah betapa sadisnya kaum Pribumi diperlakukan tidak manusiawi di era kolonial. Sehingga muncul istilah “orang rantai”. Mereka terdiri dari ribuan pekerja yang didatangkan dari Jawa dan daerah lain di Indonesia. Sekaligus pesakitan yang sengaja diperkejakan Belanda untuk mengais batu bara yang dikandung dalam perut Kota Sawahlunto. Tersebutlah Lubang Mbah Suro yang menjadi saksi bisu bagaimana sadisnya mereka diperkejakan siang dan malam dengan kaki yang terikat rantai.
Kini, lubang tersebut dijadikan objek wisata yang ramai dikunjungi para wisatawan. Lubang mbah Suro merupakan lubang tambang pertama di Sawahlunto dengan kedalaman 258 dpl. Dinamakan Lubang Mbah Suro dikarenakan Sosok Mbah Suro kala itu dikenal sebagai mandor orang rantai yang sangat disegani dan sangat dekat dengan para orang rantai dan masyarakat.
Lobang Mbah Suro diyakini punya panjang puluhan kilometer. Namun, hanya 186 meter saja yang dibuka untuk wisata. Itu pun, sudah diberi fasilitas berupa lampu, besi untuk pegangan tangan, ventilasi, tangga dan pipa udara.
Lobang Mbah Suro Sawahlunto berada di Tangsi Baru Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto,persis berada di pusat kota Sawahlunto. Untuk menuju kesini dibutuhkan waktu tempuh kurang lebih selama 3 jam dari Bandara Internasional Minangkabau, dengan jarak 110 km dengan melewati tanjakan Sitinjau Lauik dan kota Solok.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang mungkin muncul terkait dengan artikel ” Inilah Lobang Mbah Suro Sawahlunto Yang Jadi Situs Warisan Dunia Unesco”: